Geliat Industri Mikro Kecil di Era Pandemi
Dewi Apriyanti, Fungsional Statistisi BPS Kota Surakarta
Industri Mikro Kecil (IMK) memiliki peranan penting sebagai tonggak perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2019 di Surakarta tercatat 6416 unit IMK, dimana 92% diantaranya adalah usaha mikro dengan tenaga kerja 1 sampai 4 orang dan 8% lainnya merupakan usaha kecil yang mempunyai tenaga kerja 5-19 orang.
Pandemi yang melanda global sejak awal tahun 2020 telah melumpuhkan berbagai sektor tak terkecuali sektor ekonomi. Sejak meningkatnya jumlah kasus positif di Indonesia, pemerintah telah memberlakukan beberapa kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), PPKM Mikro, dan PPKM Darurat. Pembatasan ini tentu sangat berdampak pada kegiatan ekonomi khususnya sektor usaha yang mengakibatkan fluktuasi permintaan dan penawaran seperti sektor industri mikro kecil.
Di tengah pandemi banyak industri mikro kecil yang mengalami kesulitan dalam bisnis hingga harus menutup usahanya. Selain goncangan pada sisi penawaran dan permintaan, masalah lain yang dihadapi oleh industri mikro kecil di masa pandemi terdiri dari masalah keuangan dan masalah non-keuangan. Masalah non-keuangan yang terjadi seperti peningkatan harga dan kesulitan memperoleh bahan baku dan kesulitan dalam mendistribusikan produk usaha. Sedangkan masalah keuangan yang terjadi seperti kesulitan dalam pembayaran utang usaha dan gaji pegawai akibat menurunnya omset.
Dalam rangka menyelamatkan sekaligus membantu UMKM tetap bertahan di masa pandemi, pemerintah telah mengeluarkan beberapa instrumen kebijakan, baik bantuan sosial maupun stimulus ekonomi untuk memicu pertumbuhan usaha. Program pemulihan ekonomi diharapkan dapat membantu dunia usaha termasuk usaha mikro kecil agar dapat pulih dan menjalankan usaha dengan normal. Beberapa stimulus usaha yang diberikan kepada usaha mikro kecil diantaranya penundaan pokok dan bunga UMKM dan Ultra Mikro (UMi), subsidi bunga kredit UMKM dan UMi, insentif perpajakan untuk UMKM, penjaminan kredit modal kerja, dan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM). BPUM yang diberikan kepada para pengusaha mikro terdampak pandemi ini bersifat hibah (bukan pinjaman) dengan besar bantuan senilai Rp1,2 juta untuk setiap penerima manfaat. Untuk dapat mengakses program BPUM, pemilik usaha harus diusulkan oleh Dinas/Badan yang membidangi Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah tingkat Kabupaten/Kota.Bantuan ini diharapkan dapat membantu dan mendorong usaha mikro kecil agar lebih cepat pulih serta menambah modal usaha bagi usaha mikro kecil yang terdampak pandemi. Sayangnya masih banyak pengusaha kecil yang tidak mengetahui adanya bantuan ini.
Selain permasalahan finansial, pengusaha industri mikro kecil juga masih mengalami permasalahan perizinan yang rumit dengan banyaknya regulasi pusat dan daerah atau hiper-regulasi yang mengatur perizinan di berbagai sektor yang menyebabkan disharmoni, tumpang tindih, tidak operasional, dan sektoral. Sehingga pemerintah kedepannya diharapkan dapat lebih menyederhanakan lagi birokrasi yang berlaku dalam hal perizinan bagi industri mikro kecil.
Pandemi Covid-19 mengubah perilaku konsumen dan peta kompetisi bisnis yang perlu diantisipasi oleh para pelaku usaha akibat adanya pembatasan kegiatan. Konsumen lebih banyak melakukan aktivitas di rumah dengan memanfaatkan teknologi digital. Sedangkan perubahan lanskap industri dan peta kompetisi baru ditandai dengan empat karakeristik bisnis yaitu Hygiene, Low-Touch, Less-Crowd, dan Low-Mobility. Perusahaan yang sukses di era pandemi merupakan perusahaan yang dapat beradaptasi dengan 4 karakteristik tersebut. Dengan begitu, pelaku usaha termasuk industri mikro kecil perlu berinovasi dalam memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan pasar. Mereka juga dapat menumbuhkembangkan berbagai gagasan/ide usaha baru yang juga dapat berkontribusi sebagai pemecah persoalan sosial-ekonomi masyarakat akibat dampak pandemi (social entrepreneurship).